Keris
Adalah
senjata tikam pendek yang berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya,
bentuknya memiliki keunikan tersendiri sehingga mudah dibedakan dengan
senjata tajam yang lain. Kekhasan dari keris adalah bentuknya yang tidak
simetris di bagian pangkal yang melebar,bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di
antaranya memiliki pamor/hiasan (damascene),
yang terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah. Keris telah
digunakan selama lebih dari 600 tahun oleh bangsa-bangsa Melayu seperti
Malaysya, Filipina Selatan (Mindanau), Thailand Selatan, Brunei darusalam dan
Indonesia.
Fungsi
keris
Masyarakat
Melayu tradisional beranggapan bahwa keris bukan hanya senjata yang berfungsi
untuk mempertahankan diri tapi juga lambang kedaulatan orang melayu. Keris juga
dianggap sebagai senjata tajam yang dipercaya memiliki kekuatan magis sehingga
masyarakat melayu tradisonal melakukan riual-ritual khusus untuk menjaga keris
seperti mengasapkan keris di malam Jumat atau ritual mengasamlimaukan keris
sebagai cara untuk menjaga logam keris dan menambah bisa nya.
Di
Indonesia, keris merupakan salah satu budaya yang masih bertahan, bahkan keris
telah diakui menjadi warisan budaya dunia milik Indonesia oleh UNESCO. Sampai
saat ini keris masih digunakan dalam berbagai ritual kebudayaan di berbagai
daerah di Indonesia.misalnya saja di daerah yang berpenduduk Suku Jawa, keris
biasa digunakan sebagai pelengkap busana pernikahan untuk pengantin pria. Hal
ini terjadi karena keris dianggap sebagai lambang pusaka dan simbol kejantanan
pria. Selain itu, keris juga dianggap memilki fungsi spiritual, ini terbukti
dalam upacara peringatan satu sura di keraton Yogyakarta, ada ritual
mengkirabkan senjata tajam seperti tombak pusaka, pisau besar (bendho),
termasuk juga keris. Dalam upacara ini senjata unggulan keraton diarak
mengelilingi keraton sambil memusatkan pikiran dan perasaan untuk memuji dan
memohon kepada pencipta semesta alam, agar diberikan kesejahteraan,kebahagiaan
dan perlindungan.
Sejarah Keris
Keris
diperkirakan telah digunakan di Indonesia khususnya oleh masyarakat Jawa
sekitar abad ke-9 Masehi. Hal yang membuktikannya adalah salah satu panel
relief Candi Borobudur dari abad ke-9 memperlihatkan seseorang memegang benda
yang menyerupai keris, akan tetapi belum memiliki derajat kecondongan dan
hulu/deder nya masih menyatu dengan bilah senjata.Keris juga diduga merupakan
senjata tajam peninggalan Kebudayaan Dongson (Vietnam) dan Tiongkok Kuno. Keris
diduga masuk dari tiongkok melalui dongson kemudian memasuki nusantara. Dugaan
tersebut dimungkinkan karena adanya kemiripan bentuk antara keris dengan
senjata yang berasal dari dua kebudayaan tersebut. Di masa itu keris
dianggap benda yang suci, karena itu penggunaan keris tidak hanya digunakan
dalam peperangan atau sebagai senjata saja tapi juga sebagai pelengkap sesaji.
Sejak saa itu,keris menjadi salah satu benda yang dipercaya memilki kekuatan
spiritual sehingga harus dilakukan ritual penghormatan. Penghormatan terhadap
benda-benda garapan logam diduga merupakan pengaruh dari kebudayaan India (Siwaisme). Hal ini
dikuatkan oleh penemuan dari Prasasti Dakuwu dari abad ke-6 yang
menunjukkan ikonografi India yang menampilkan wesi aji
seperti trisula, kudhi, arit, dan keris sombro.
Dalam
perkembangannya, penemuan Prasasti Karangtengah dari tahun 824 Masehi
menyebutkan istilah keris dalam suatu daftar peralatan sedangkan Prasasti
Poh di 904 M menyebut keris sebagai bagian dari sesaji dalam ritual
persembahan. Akan tetapi, keterangan tersebut belum bisa dipastikan bahwa keris
yang dimaksud dalam kedua prasasti tersebut adalah keris yang dikenal sekarang.
Dalam pengetahuan perkerisan jawa (padhuwungan) keris padamasa para
kediri-singasari merupakan keris budha atau keris sombro.
Para
ilmuwan mempercayai bahwa keris budah adalah bentuk awal keris sebelum keris
menemukan bentuk keris yang lebih khas. Bentuk keris pada masa itu mirip dengan
belati gaya india. Berdasarkan catatan Ma Huan dari tahun 1416 yang merupakan
angggota ekspedisi ceng ho menyebutkan “Orang-orang
ini [Majapahit] selalu mengenakan pu-la-t ou (belati? atau
beladau?)yang diselipkan pada ikat pinggang. [...], yang terbuat dari baja,
dengan pola yang rumit dan bergaris-garis halus pada daunnya; hulunya terbuat
dari emas, cula, atau gading yang diukir berbentuk manusia atau wajah raksasa
dengan garapan yang sangat halus dan rajin.” Hal ini
mengindikasikan bahwa keris merupakan senjata yang selalu dipakai oleh
masyarakat saat itu untuk melindungi diri. Seiring dengan perkembangannya, pada
abad ke 14 keris memperoleh bentuknya yang lebih khas atau lebih pribumi.
Filosofi Keris
Keris
adalah benda pusaka yang diakui keagungannya oleh bangsa Melayu terutama bangsa
Indonesia. Keris berkembang dari waktu ke waktu, bertahan dan dipercaya oleh
masyarakat. Tentu saja hal ini bukan sebuah pepesan kosong atau mitos semata.
Para empu pembuat keris di zaman dahulu sangat memperhatikan ditail pembuatan
keris dari bentuk,model, ukiran hingga ke hal-hal kecil seperti hiasan. Setiap
ditail pada keris memilki makna masing-masing sesuai dengan pesan yang ingin
disampaikan oleh empu pembuat keris. Seorang empu menciptakan keris dengan
ketekunan,kesungguhan dan cipta rasa yang tinggi. Keris diciptakan untuk
menumbuhkan wibawa dan rasa percaya diri bukan untuk membunuh.
Bagi
orang Jawa hidup itu penuh dengan perlambang yang harus dicari maknanya. Keris
juga merupakan sebuah lambang yang menuntun manusia hidup di jalan yang benar.
Pemahamn dangkal terhadap keris hanya akan memposisikan keris sebagai benda
pusaka yang memilki kekuatan magis dan mampu meningkatkan harkat derajat
manusia. Padahal, keris membawa pesan moral yang amat mulya, bersatunya senjata
dengan cangkang keris bermakna hubungan akrab untuk menciptakan hidup yang
harmonis dimana terjadi persatuan antar raja dan abdinya, rakyat dan
pemimpinnya, insan kamil dan Tuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar